Workshop Pengelolaan Sampah di Desa Wilayah Jatinangor
Jatinangor.itb.ac.id – (Rabu, 22/11/2017)
Permasalahan sampah seakan tidak habis-habisnya, terjadi tumpukan sampah dimana-mana yang menimbulkan bau busuk yang sangat menyengat. Ada yang membuang di pinggir jalan, di sungai-sungai, di parit-parit dan sebagainya. Disitu ada sampah disitu pula masyarakat membuang sampah. Perilaku masyarakat yang masih buruk terhadap cara memperlakukan sampah. Apabila terjadi hujan, menjadi kesempatan untuk membuang sampah. Padahal sampah juga bisa menimbulkan banjir dan hal-hal lain akibat sampah. Itulah sekelumit gambaran mengenai sampah.
Direktorat Eksekutif Kampus ITB Jatinangor melalui Wakil Direktur Eksekutif Bidang Umum & Hubungan Eksternal yaitu Dr. Taufikurahman pada Hari Rabu tanggal 22 November 2017 mengadakan Workshop Pengelolaan Sampah di Desa wilayah Jatinangor. Materi disampaikan oleh Dr. Taufikurahman dan Sdr. Gun Gun dari YPPB (Yayasan Pengembangan Biosains dan Bioteknologi). Aparat Desa yang di undang adalah Desa Sayang, Cikeruh, Cibeusi, dan Hegarmanah. Karena desa tersebut menghasilkan sampah yang paling banyak. Dari Desa Cikeruh diwakili 4 orang peserta, dari desa Hegarmanah 3 orang peserta, dari desa Cibeusi 2 peserta dan di hadiri pula oleh Kapolsek Jatinangor, Koramil Jatinangor, KPSJ ( Kelompok Pegelola Sampah Jatinangor). Workshop dilaksanakan di Gedung Utama Lantai III dimulai pukul 10.00 s.d selesai.
Setiap tahunnya di empat desa Sayang, Cikeruh, Cibeusi dan Hegarmanah Manah menampung mahasiswa kurang lebih 7-8 ribu mahasiswa. Mereka selama kurang lebih 4 tahun tinggal di sekitar desa tersebut.Kalau setiap tahun 7-8 mahasiswa tahun maka selama empat tahun berjumlah 28-32 ribu mahasiswa. Para mahasiswa berasal dari ITB, UNPAD, IKOPIN, dan IPDN. Mereka tinggal di kost-kostan dan setiap harinya menghasilkan sampah.
Masyarakat dan mahasiswa di sekitar kampus Jatinangor diharapkan peduli terhadap sampah. Sebelum dibuang, sampah harus dipilah terlebih dahulu. Sampah kalau dipilah dari awal tidak memerlukan biaya yang mahal untuk mengolahnya dan bisa dimanfaatkan. Masyarakat sekarang mengenai sampah masih berpolakan pada kumpul, angkut, buang. Ini harus dirubah mengenai paradigma tersebut. Sampah seharusnya sebelum dibuang harus terlebih dulu dipilah sesuai dengan jenisnya. Jenis Organik dan an organik harus dipisah. Sampah harus dipisahkan/dipilah sesuai dengan jenisnya. Kalau dipilah dari awal memudahkan pengangkut dan mengurangi biaya pengolahan sampah. Sampah yang organik bisa dibuat kompos dan sampah an organic bisa di daur ulang. Kalau sampah disatukan memerlukan biaya pengolahan yang sangat besar.
Menurut survey yang pernah dilakukan, setiap keluarga setiap hari menghasilkan sampah antara 0,4 s.d 0,5 kg. Sehingga bisa dihitung jumlah produksi sampah dalam setiap harinya. Bisa dihitung pula jumlah dalam setiap hari, minggu, bulan, dan tahun.Dan bisa dihitung pula biaya angkutnya. Sedangkan TPA daya tampungnya sangat terbatas kapasitasnya, sedangkan produksi sampah terus menerus. Sampah yang dihasilkan 50% adalah sampah organic. Sampah organic ini sangat mudah cara menangangani yaitu bisa dijadikan kompos, bisa dikubur sehingga menghasilkan pupuk. Sedangkan sampah an organic bisa di daur ulang. Sehingga di TPA dikhususkan bagi sampah yang tidak bisa dimanfaatkan kembali.
Dalam workshop dihasilkan pula kesepakatan-kesepakatan mengenai penanganan sampah, diharapkan dibentuk suatu forum komunikasi dalam penanganan sampah. Diadakan pertemuan rutin untuk membahas sampah. Bisa diadakan pertemuan dalam sebulan bisa 2 atau 3 kali pertemuan. Agar Lingkungan Jatinangor terbebas dari sampah. Sehingga Jatinangor lebih sejuk, asri dan Jatinangor kota pendidikan dapat terwujud.
No Comments