Jatinangor.itb.ac.id – (Jumat, 14/12/2018)
Jati Putih (Gmelina arborea Roxb.) adalah pohon penghasil kayu yang memiliki warna putih kekuning-kuningan dengan kulit berserat halus dan berwarna abu-abu, kegunaan dari kayu ini adalah untuk bahan kontruksi, furniture, pulp, raise floor, alat pertukangan dan lain sebagainya. Selain itu, akar dan kulitnya diklaim bisa berfungsi sebagai obat pencahar dan obat cacing, meningkatkan nafsu makan, dan menurunkan demam. Ekstrak daunnya juga bisa digunakan untuk meringankan sakit kepala dan untuk mencuci bisul. Sedangkan bunganya bisa dipakai untuk mengobati penyakit kusta. Tanaman ini juga direkomendasikan dalam kombinasi dengan obat lain untuk pengobatan gigitan ular dan sengatan kalajengking.
Terdapat 135 pohon Jati Putih yang ditanam mulai Tahun 1994 di
Zona 6 Kampus ITB Jatinangor dengan luas lahan konservasi khusus untuk tanaman ini mencapai 0,38 ha. Asal indukan dari tanaman ini adalah KPH Bandung Selatan dan disertifikasi oleh BPTH Jawa Madura sebagai TBI no.sertifikat KT.113/V/BPTH.JM-2/Sert.SB/2005.
Penggunaan benih berkualitas (bermutu genetik unggul) dalam penanaman hutan di Jawa barat, masih sangat rendah. Hal ini karena masih sangat sedikitnya sumber benih tanaman hutan yang berkualitas (bersertifikat).
Guna meningkatkan mutu benih tanaman Gmelina maka Kelompok Keahlian Teknik Kehutanan (KKTK) SITH ITB menginisiasi Program Pengabdian kepada Masyarakat (PPM) dengan topik “Pelatihan Upgrading Kualitas Genetik Tegakan Benih Gmelina”.
Kegiatan yang dilakukan pada Jumat, 14 Desember 2018 di Gedung Kehutanan Kampus ITB Jatinangor ini terdiri dari dua bagian yaitu pemberian materi teori perbenihan tanaman hutan yang dilangsungkan pagi hari dan praktik upgrading sumber benih yang dilaksanakan pada siang hingga sore hari.
Acara diawali dengan sambutan dari Ketua KKTK ITB, Dr. Eka Mulya Alamsyah, dilanjutkan dengan sambutan sekaligus membuka acara pelatihan oleh Dekan SITH, Prof. Dr. Ir. I. Nyomam Pugeg Aryantha.
Dalam sambutanya Ketua KKTK menyampaikan bahwa KKTK serius ingin mengembangkan industri perbenihan tanam hutan di Indonesia dalam rangka meningkatkan produktifitas dan kelestarian hutan. Salah satu pendekatannya adalah melalui pembekalan ilmu dan keterampilan perbenihan kepada para alumni kehutanan ITB dan masyarakat petani hutan Gunung Geulis.
Sedangkan Dekan SITH mengatakan bahwa ITB memiliki beberapa tegakan benih yang potensial untuk dikembangkan menjadi varietas unggul antara lain Gmelina arborea, Swietenia macrophyla, Toona sinensis, Khaya anthotecha, dan Alstonia scholaris. Gmelina dan Surian pernah disertifkasi oelh BPTH Jawa Madura pada tahun 2005.
Ketua kegiatan PPM, Dr. Yayat Hidayat mengatakan, pelatihan tersebut diikuti oleh 15 peserta undangan terdiri dari unsur masyarakat petani hutan, lulusan baru (fresh graduate) mahasiswa Rekayasa Kehutanan ITB, dan petugas K3L kampus ITB Jatinangor.
Tujuan dari pelatihan ini, dijelaskan Yayat adalah untuk mendorong kesadaran masyarakat menggunakan benih tanaman yang berkualitas, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat dalam bidang perbenihan tanaman hutan, membekali para alumni lulusan baru rekayasa kehutanan mengenai aspek manajemen dan teknis pembangunan sumber benih berkualitas.
“Serta mendorong pemerintah bersama msyarakat mengembangkan industri perbenihan tanaman hutan untuk mendukung keberhasilan program penanaman lahan kritis. Langkah awal yang bisa dilakukan adalah melatih SDM yang profesional di bidang perbenihan tanaman hutan melalui pelatihan,” kata dosen SITH-ITB itu dalam rilis yang diterima Humas ITB, Rabu (19/12/2018).
Pada sesi pagi, penyampaian materi perbenihan disampaikan oleh Dr. Sopandi Sunarya, dan pemateri kedua Dr. Yayat Hidayat. Dr. Sopandi Sunarya menyampaikan materi Sertifikasi Sumber Benih Tanaman Hutan sedangkan Dr. Yayat Hidayat menyampaikan materi Teknik Upgrading Tegakan Benih Gmelina (Gmelina arborea).
Sesi siang hingga sore dilangsungkan kegiatan praktik upgrading tegakan Gmelina yang berlokasi di area Tegakan Benih Teridentifikasi Gmelina kampus ITB Jatinangor. Peserta dibagi ke dalam dua kelompok yang dibimbing oleh Dr. Yayat Hidayat dan Susana Paulina Dewi MSi. Di lapangan para peserta melakukan praktik menilai pohon induk yang superior dan pohon induk yang inferior, kemudian menunjukan calon pohon induk yang akan diseleksi (roughing) dan pohon induk yang akan ditinggalkan.
Dari hasil praktik tersebut peserta mengaku paham bagaimana menentukan pohon induk yang baik dan mengerti bagaimana meningkatkan mutu genetik dari tegakan benih yang ada. Penilaian kualitas pohon induk berdasarkan kepada lima sifat yatu tinggi total, diameter setinggi dada, tinggi bebas cabang, kelurusan batang dan kebulatan batang.
No Comments